Pages

Wednesday, March 20, 2013

[BOOK REVIEW] INSURGENT by VERONICA ROTH

Book Cover


Konsekuensi pilihan yang diambilnya membuat Tris terjebak dalam  faksi pengkhianat yang membunuh keluarganya. Kini, Tris harus mencoba menyelamatkan orang-orang yang disayanginya, juga dirinya sendiri, sementara benaknya dikacaukan oleh berbagai pertanyaan tentang kesetiaan, identitas, dan pengampunan.
 Ketika ancaman perang dan perpecahan faksi semakin mengancam, Tris harus memutuskan, tetap pada identitasnya sebagai Dauntless atau memunculkan dirinya yang sejati. Sebagai Divergent. Sebuah identitas yang dianggap berbahaya dan dihindari semua faksi.
 Lanjutan seri Divergent yang menjadi Best Fantasy Book di Goodreads Choice Award ini tak mengecewakan pembaca. Seru, menegangkan, namun juga dibumbui dengan kisah cinta, patah hati, dan filosofi menggugah tentang manusia dan kehidupan.


Insurgent mulai tepat saat dimana Devergent tinggalkan-Tris, Four (atau kita harus panggil Tobias mulai saat ini) dan kawan-kawannya mencari perlindungan dan penyembuhan ke faksi Amity....


Oke seperti biasa, kita bisa skip bagian cerita singkatnya ya :/

Setelah membeli buku ini di awal tahun 2013, Saya baru bisa baca bulan maret ini. Dengan ekspektasi yang Saya pasang serendah mungkin biar ga kecewa saat baca buku ini dimulailah journey Saya untuk kembali mengikuti Tris&co., awalnya sedikit sulit karna Saya sendiri baca Devergent itu tahun lalu entah kapan, apalagi dengan betapa cepatnya plotnya membuat Saya (setelah membaca) pun masih sedikit kesulitan mengingat apa yang terjadi di Devergent (walau tetap menikmati buku ini, tentunya), bisa Saya bilang, Saya tidak kecewa dengan Insurgent.

Tidak seperti kebanyakan sequel yang mementahkan personality si heroin atau membuatnya brand-new-person nowadays, mbak Veronica membuat karakter Tris tetap apa adanya, melanjutkan apa yang telah terjadi di Devergent seperti tanpa renggang waktu. Tragedi yang Tris hadapi (kematian Will, atau tepatnya pembunuhan yang dia lakukan terhadap Will) mempengaruhi tidak hanya fisik tetapi mentalnya, Tris menjadi trauma yang menyebabkan dia ga bisa pegang senjata. Diperparah dengan fakta bahwa Will sahabatnya, dia tidak bisa menceritakan kejadian tersebut pada siapapun termasuk pacarnya, Tobias. Sepanjang buku ini kita akan melihat Tris yang mendapatkan gangguan mental ini, galaunya ultimate kalau zaman sekarang bilang mah...

Pada umumnya semua karakter yang ada di Insurgent mengalami perubahan yang wajar dan tidak dibuat-buat, jadi selama proses membaca pun ga bikin Saya jadi "Hah?" gitulah.

Perbedaan yang cukup signifikan bagi Saya adalah spekulasi/permainan psikologi lebih banyak terjadi di Insurgent. Walaupun rada ribet dan bikin bingung, tapi Saya suka banget sama cerita yang bisa bikin kita kaget dan bisa masuk kategori Mind-Blowing. Sedangkan di Divergent, alur cerita yang simple (inisiasi Tris) dan penyerangan yang mendadak cuma bahan bikin dagdigdug bukan buat kita pikirin....

Buat penggemar adegan berantem, tentunya di Insurgent adegan seperti itu lebih banyak lagi! Belum lagi dengan keterkaitan semua faksi, bukan hanya Dauntless, Abnegation dan Erudite tetapi SEMUA bahkan factionless (tak-berfaksi). Banyak unsur politik yang terjadi dibalik rencana peperangan ini yang terpisah seperti puzzle, sebelum kita bisa menebak akhirnya. Ngomong-ngomong soal mind-blowing event, walaupun ending buku ini bisa ditebak, tapi kejadian-kejadian yang mendasarinya itu banyak yang ga terduga loh hihihi

Beberapa hal yang bikin minus buku ini itu adalah, karena ketidakstabilan karakternya (khususnya Tris dan Tobias) karna kejadian-kejadian yang terjadi itu sedikit bikin kesel juga. Beberapa adegan 'mesra' kedua heroin kita ini juga bikin alis saya mengkerut dikit, sedikit, ga sebanyak saat adegan mereka di Devergent. Terkadang juga ada debat-debat yang tidak perlu tapi malah diulang ulang (lagi, khususnya antara Tris dan Tobias) sepanjang buku ini. Walaupun, balik ke argumen Saya di awal review ini, developing/proses debat ini juga cukup wajar dan kesannya sangat natural, mengingat bahwa kebanyakan karakter yang ada di Insurgent itu kan lagi dalam masa-masa trauma..

Insurgent bukan follow-up yang se-cetar Devergent, tapi masih jauh lebih baik dari sebagian buku Distopia yang beredar akhir-akhir ini. Developing karakter yang ada di buku ini sangat natural dan realistis sehingga kita bisa relate-to-it. Perlu Saya bilang juga, (akhir-akhir ini) jarang ada heroin yang tampil kuat dan berani tetapi menunjukan kekurang sempurnaannya, dan Tris, berkat itu terlihat lebih manusiawi bahkan terkesan bukan tokoh rekaan belaka. Insurgent membuat Saya menaruh harapan yang cukup untuk menunggu Detergent serial finalnya. Mari kita berharap mbak Ve tidak melakukan anything wrong dengan buku terakhir ini seperti apa yang Mockingjay lakukan terhadap The Hunger Games.

4/5

Satu lagi, ketinggalan, kalau di Divergent kita lebih diberatkan sama pentingnya kebebesan dan pilihan, disini kita akan diperkenalkan dengan konsekuensi dari apa yang kita pilih (karena setiap pilihan mempunya resikonya sendiri, kan?) dan juga kepercayaan.

0 comments:

Post a Comment

 
 
Copyright © Play the Book
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com