Pages

Monday, October 15, 2012

[BOOK REVIEW] TINTENBLUT: INKSPELL by Cornelia Funke



Meskipun satu tahun telah berlalu, tak sehari pun Meggie melupakan berbagai peristiwa luar biasa dalam Inkheart, cerita yang tokoh-tokohnya keluar dari buku lalu mengubah hidup Meggie selamanya.

Sedangkan bagi Staubfinger, kebutuhan untuk kembali ke dalam cerita yang asli sekarang berubah menjadi keharusan. Ketika ia menemukan pencerita jahat yang memiliki kemampuan magis untuk membuatnya masuk kembali ke cerita, Staubfinger pun meninggalkan Farid, muridnya yang masih muda, dan terjun ke Inkworld.

Farid lantas mencari Meggie, dan mereka menemukan jalan untuk ikut masuk ke cerita. Di sana keduanya bertemu Fenoglio, penulis kisah asli Inkheart, yang sekarang tinggal di dalam ceritanya sendiri---dan mendapati cerita itu berubah banyak, malah mungkin berkembang ke arah negatif yang tak pernah dibayangkannya.

Bisakah Meggie, Farid, dan terutama Fenoglio mengembalikan cerita ini ke jalur semula?

Sebelum mulai review, Saya cuma mau bilang yang dulu terbuai sama 'kedongengan' Inkheart, kamu akan mendapatkan kisah dongeng yang baik dan merasakan kisah dongeng itu.... walaupun dongeng ini berubah 180 derajat dari yang sebelumnya indah menjadi lebih gelap.


Saya udah sempet baca sinopsis/review overall dari trilogi ini, tapi berhubung gamau repot-repot baca yang versi bahasa Inggris ya nunggu yang terjemahannya deh. Wikipedia (ya... setidaknya sedikit membantu Saya)   menerangkan tentang betapa berubahnya tema trilogi ini dari buku ke buku. Dan akhirnya Saya rasakan kalau buku ini menjadi lebih gelap dan sebenarnya kurang pas lagi sama title 'Cerita Dongeng Anak' nya itu. Well, seri yang berubah menjadi semakin gelap itu bisa berarti terexecute dengan baik seperti seri Harry Potter ataupun menjadi lebih baik. Dan, Tintenblut: Inkspell berdiri aman di antara keduanya. Tidak sebaik Harry Potter tapi jauh sekali dari kesan buruk.

Tapi tenang, perubahan itu tidak akan banyak terasa sampai bagian setengah dari tengah buku (Saya buruk soal perbandingan =)) ), bab-bab awal Inkspell masih seputaran tentang kebahagiaan keluarga Meggie setelah 1 tahun yang lalu terperangkap mimpi buruk dunia Capricorn. Dan jujur, bab-bab awal ini ga membuat Inkspell menarik sama sekali. Karena terkadang pengenalan Cornelia Funke di pembuka bukunya selalu tidak menarik buat Saya entah kenapa.

Inkspell dibuka dengan fakta bahwa Staubfinger tetap ingin kembali ke Tintenwelt, dunia asalnya walau harus menghadapi kenyataan bahwa dia akan mati di dunia itu. Tentunya dia berencana meninggalkan Gwin, musang penyebab kematiannya itu. Staubfinger ditemani Farid mencari-cari pengganti si Lidah Ajaib (Mo), seseorang yang bersedia memulangkan dirinya. Pencarian itu berakhir di Orpheus, lelaki muda yang mempunyai bakat seperti Mo dan bersedia menuliskan sesuatu untuk memulangkan dirinya. Sayangnya, itu jebakan, karena Orpheus adalah suruhan Basta dan Mortola.

Keadaan semakin rumit ketika niat Basta dan Mortola terungkap kalau mereka memulangkan Staubfinger agar mereka bisa membalas dendam atas kematian Capricorn. Singkat cerita Farid menemui Meggie, meminta untuk dikirim ke Tintenwelt untuk memperingatkan Staubfinger. Meggie, yang sudah terpengaruh keajaiban dunia itu berkat cerita dari ibunya ingin ikut pergi kesana, walaupun Mo sudah pasti akan melarangnya. Singkat cerita lagi, akhirnya Meggie dan Farid pergi. Disusul Mo, Resa, Basta dan Mortola! Ya ampun, Saya gabisa nyerita ulang sih -,-

Berbeda dengan Inkheart, tokoh yang memegang peranan penting disini adalah Meggie walaupun didampingi sudut pandang dari tokoh lainnya seperti Mo, Resa, Staubfinger, Fenoglio etc etc. Yang paling terasa adalah betapa kuatnya tokoh-tokoh ini. Yang biasanya, kalau kita baca buku si tokoh utama yang memegang kendali (bahkan disaat situasi tak terkendali), Cornelia Funke benar-benar mencampur adukan semua pemikiran tokoh ini menjadi satu. Dan, Saya rasa disitulah menariknya, kita ga tau cerita ini mau dibawa kemana. Sedikit aja dikasih tau, tokoh-tokoh di Inkspell mempunyai harga diri tinggi, beberapa sombong luar biasa, dan itu akan bikin kalian sebel sampe ending luar biasa bikin sebel (in a good way) buku ini.

Seperti yang dibilang sebelumnya, buku ini juga Saya rasa menjadi sedikit kurang cocok untuk dibacakan ke anak-anak. Semakin banyak pertempuran, darah, pembunuhan, sihir.... and dare to say this, Saya ga nyangka kalau lanjutan Inkheart akan menjadi se kelam ini. Karena Inkheart sendiri (diluar adegan-adegan menegangkannya) sangat... fairytale-ish. Tone yang dibangun penulis dari awal sudah sangat kelam, yaitu kesedihan, keputusasaasn, dan banyak sekali hal-hal ga terduga yang terjadi di buku ini.

Diluar itu semua, Saya sangat suka sekali dengan sekuel Inkheart ini. Tintenblut; Inkspell bisa membangun tensi yang sangat ketat dan benar-benar gabisa ga baca buku ini seharipun. Inginnya langsung beres! Dengan ketebalan yang 2 kali lebih tebal dari Inkheart, kita bisa expect something more adventurous than the first installment. Sebenernya aksi heroik yang sesungguhnya ga banyak-banyak amet, tapi dengan kata-kata, kata-kata yang menjadi permasalahan cerita ini, semuanya terasa real. Belum lagi tentang sesuatu yang terjadi didekat ending tentang Farid/Staubfinger/Mo :(

Ngomong-ngomong soal tokoh, Saya suka dengan fakta kalau tokoh-tokoh dongeng ini sempurna in its way, tapi tetap tampil secara manusiawi.

Tintenblut: Inkspell, mungkin bukan buku yang pas lagi untuk dibaca anak-anak setelah keindahan Inkheart, but nonetheless, buku ini menyuguhkan sesuatu yang baru, Inkspell memberikan cerita indah sekaligus gelap, fakta sebenarnya mengenai dunia dongeng. Cornelia Funke, Saya rasa sudah menjadi salahsatu penulis favorit Saya. Pelajaran moral yang (bagi Saya) sangat berharga; kita tidak bisa mengubah jalan cerita, karena semuanya sudah berjalan sebagaimana mestinya.

4.3/5

Ga sabar nunggu terjemahan Inkdeath!
AH! Kebetulan baca Wikipedia dan katanya akan ada adaptasi filmnya! Di rilis 3 juli 2013!! It seems 2013 will be the best movie-adaption year for book readers!

0 comments:

Post a Comment

 
 
Copyright © Play the Book
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com