Pages

Wednesday, October 3, 2012

[BOOK REVIEW] UGLIES by Scott Westerfeld

Cover versi baru (Kiri), Original (Tengah), Indonesia (Kanan).


Tally Youngblood akan berusia enam belas tahun, dan dia tak sabar menunggunya. Di dunia Tally, umur enam belas tahun merupakan awal untuk berubah dari buruk rupa menjadi rupawan. Dengan menjadi rupawan, dia akan memasuki dunia berteknologi tinggi yang menawarkan kehidupan untuk selalu bersenang-senang. Tinggal beberapa minggu lagi, Tally akan memasuki dunia tersebut.
Namun, dia berjumpa dengan Shay, sesama buruk rupa, yang tidak yakin mau berubah menjadi rupawan. Shay mengajaknya kabur ke dunia luar yang penuh resiko. Saat Shay melarikan diri, Tally mempelajari suatu fakta dari dunia rupawan—yang mengguncangkan dan ternyata tak secantik wujudnya.
Tally berada dalam situasi terburuk yang tak pernah dibayangkannya: mengkhianati temannya sendiri atau takkan bisa berubah menjadi cantik. Pilihan Tally akan mengubah dunianya untuk selamanya.

Tally Youngblood, dalam waktu 3 bulan akan menjadi Rupawan. Menikmati kehidupan bebas tanpa jam malam, pesta semalam suntuk, kembali bersama dengan Perris, sahabat Tally selamanya,l dan yang paling penting, tidak lagi buruk rupa. Sayangnya (atau mungkin beruntungnya?) Tally tanpa sengaja bertemu dengan Shay. Shay memiliki banyak persamaan dengan Tally, mulai dari hari ulang tahun (dan hari operasi) yang sama, tingkat kejahilan yang sama dan sama-sama berandalan. Kecuali satu, Shay tidak ingin menjadi Rupawan.


*lol 2 paragraf diakhiri 2 kata yg sama, rupawan*

Jadi, awalnya beli Uglies itu murni karena penasaran. Pertama karena di compare sama Delirium (yang katanya 'menyalin' tema/konsep Uglies, dan Saya baca duluan) juga karna nyari buku ini susah banget. Bayangin aja ya di salah satu toko buku diskon tinggal nyisa yang kondisi jelek, di pasar buku gaaada, di toko buku gede gaada sedangkan Specials bertebaran dimana-mana, akhirnya Saya beli online -,-

Novel ini bergenre Distopia, jadi ga aneh kalau kota yang ditinggali Tally mengekang masalah 'kerupawanan'. Saya suka dengan konsep yang diambil penulis kalau semua orang disamakan, dijadikan rupawan, tidak akan ada perselisihan dan dunia akan damai (Kaum Buruk Rupa itu notabene manusia normal, biasa, kaya kita-kita gitu). Selain kemiripan tema/konsep cerita, Saya rasa Delirium dan Uglies berbeda. Mungkin i will go for uglies, than Delirium....

Alur cerita Uglies cepat jadi yang tidak suka lama-lama pasti terhubur dehhhh. Banyaknya hari yang terlewat tanpa penjelasan ga mengurangi esensi ceritanya. Jalan cerita dan keputusan tokoh-tokohnya juga logis, seperti bagian ketika *ini spoiler bukan?* Tally yang mendadak berubah pikiran dan ingin tinggal di Smoke, tidak terasa aneh bagi Saya. Ya karna itu tadi, logis, masuk akal :))

Kekurangan yang Saya rasakan selama membaca Uglies mungkin kurang bikin greget, rasionalitas mungkin jadi unggulan tapi sekaligus bumerang, jadi banyak bagian yang bikin Saya cuma 'oh iya. Oh bener. Bener-bener' pada bagian yang harusnya Saya tegang setengah mati. Dan lucunya, aksi yang kebanyakan di novel genre kaya gini kan yang paling bikin dagdigdug (kalau main-plotnya garing), nah ini malah aksi 'jail' nya Tally dan Shay yang bikin gregetan -,-

Karena mungkin ini novel dengan sasaran Young-Adult, tokoh yang diceritakan sangat terfokus ke Tally, Shay dan David. Padahal ini bukan (well yah dikit ada) cinta-cintaannya, sedikit saja Scott Westerfeld padahal bisa menceritakan mengenai Dr. Cable atau setidaknya warga Smoke.

Oh iya ngomong-ngomong soal Dr. C, Saya kok kurang dapet ke 'bengisan' dan ke 'spesialan' nya ya ._.

Oh iya, balik lagi ke konteks 'rupawan', operasi ini lebih mirip ke propaganda pemerintah, politik, biar warga damai, tenang, hidup rukun, tapi pemerintahannya sendiri bobrok, ga transparan dan jauh lebih jahat. Kebanyakan novel distopia memang banyak yang nyerempet-nyerempet gitu sih sama kehidupan sosial. Contohnya? Divergent.

Uglies bukan cerita yang jelek, tapi bukan cerita yang bikin kita bilang wow sambil salto mendebarkan. Sebagai buku pertama dari trilogi Uglies, buku ini cukup standar bagi genre distopia, tidak banyak hal baru yang ditawarkan. Tetapi sekali kamu baca, kamu akan terpikat sama pemikiran Tally dan pergulatan batin dia mengenai konsep Rupawan dan Buruk Rupa.

3.3/5 untuk Jaket Bungee, Hoverboard dan Cincin Penghubung.

Judul ; Uglies
Pengarang : Scott Westerfeld
Penerjemah : Nita Candra 
Penerbit : Matahati
Tahun terbit (Indonesia) : 2010
Tebal :432 halaman
ISBN : 978-602-8590-12-9 

0 comments:

Post a Comment

 
 
Copyright © Play the Book
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com